Rabu, 24 Maret 2010

Pantang Menyerah


Sudah lewat tengah malam, mataku belum juga terpejam. Karena melihat acara yang menarik di sebuah channel di televisi. Kulihat jam dinding di kamar tidur menunjukan jam 01.30, menjelang dini hari.Kedua adikku kalau tidur suka berputar-putar, kadang saling bertabrakan. Aku kembali ke ruang keluarga. Dalam keheningan malam aku mendengar suara yang tak asing lagi di telingaku. Suara itu sering kudengar saat larut malam atau dini hari. Tok cring…tok cring…tok cring…dengan ketukan yang teratur.


Dialah sang tukang sol sepatu. Dia sering lewat jalan di depan rumahku. Kondisi jalan di depan rumahku rusak parah, banyak lubang dan kubangan air yang lebar dan agak dalam. Namun tukang sol sepatu tersebut berjalan dengan cukup cepat melewati jalan rusak tersebut walaupun hanya menggunakan sepeda jengki kuno sebagai pemandu langkah jalanan yang gelap.


Sepertinya sang tukang sol sepatu menjalani kehidupannya dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan ketabahan. Ia tak menyerah pada ekonomi yang selalu membelit sebenarnya bisa menjadi alasan kuat untuk meminta belas kasihan orang lain.Aku, yang diberi kesempurnaan, kadang tak menyadari dan lupa untuk menyukuri anugerah Tuhan yang amat berharga itu.


Langkah-langkah sang tukang sol sepatu yang begitu bersemangat menyusuri kegelapan malam, seolah mengingatkanku untuk lebih optimis dan antusias dalam menjalani kehidupanku saat ini dan esok. Tuhan telah memberikan anugerah tak ternilai kepadaku untuk menjalani kehidupan yang penuh tantangan sekaligus harapan di alam fana ini. Tok cring…tok cring…tok cring…, suara sepeda tuanya itu semakin menjauh, sampai akhirnya tak terdengar lagi ditelan kesunyian malam yang semakin dingin.















foto tanpak di pagi hari

Tidak ada komentar: